Kamis, 06 Maret 2014
Selasa, 04 Maret 2014
Resensi buku
Judul:Aneka
manfaat BUAH MANGGA
Penulis:Subanjar
Penerbit:Insan
Cendekia
Cetakan:I,2006
II,2010
Tebal:72 halaman
ISBN:979-9408-87-3
Kemajuan
teknologi serta bertambahnya berbagai keperluan hidup menuntut kita untuk hidup
hemat dan terampil. Guna
meningkatkan ketrampilan dan mutu sumber daya manusia, khususnya bagi siswa
dan masyarakat di perdesaan.
Salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan buku-buku ketrampilan yang
berhubungan dengan masyarakat.Buku ilmu terapan yang berjudul “Aneka manfaat
buah mangga” ini kiranya dapat mendukung ketrampilan masyarakat.
Tujuan saya menulis resensi ini
adalah untuk mempermudah pembaca memahami isi yang terkandung dalam buki ini, selain itu juga untuk
mendapat sambutan masyarakat atau tidak tentang adanya buku ini.
Tanaman
mangga merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak di tanam di pekarangan
rumah. Tanaman
mangga disukai banyak orang karena bermanfaat sebagai peneduh, tanaman ini tidak memerlukan
perawatan khusus. Buah
mangga menyimpan kandungan vitamin A atau zat tepung yang berguna menjaga
kesehatan mata dan vitamin C yang baik untuk kesehatan tubuh dan mencegah
penyakit scorbut(Avitaminosis C).
Buah
mangga juga berrmanfaat sebagai pelengkap makanan empat sehat. Secara khusus buah mangga dapat dimanfaatkan sebagai sari buah, manisan, es buah, selai, rujak manis, pepes mangga, obat sariawa, dll.
Untuk meningkatkan hasil produksi
buah mangga kita bisa melakukan penanaman dengan cara menanam biji, mencangkok, okulasi, menempel, mengenten.
Pemeliharaan
tanaman mangga bisa dilakukan dengan cara penyiraman, pemberantasan hama, penggemburan tanah, pemupukan, pemangkasan dan, memperluas lahan.
Buku ini disajikan dengan bahasa
yang sederhana sehingga dapat meningkatkan minat pembaca dan mempermudah
pemahaman isi. Secara
keseluruhan, saya
rasa buku ini perlu dibaca oleh siswa atau masyarakat pada umumnya. Karena setelah membaca
buku ini, kita
dapat mengetahui betapa bermanfaatnya buku ini untuk meningkatkan ketrampilan
masyarakat pada umumnya dan siswa.
Nyawaku untuk Anakku
Oleh
Imro’ Atun Kamilah
Suatu saat disebuah kampung kecil
hiduplah seorang janda tua yang bernama
Imah dengan keempat anaknya yaitu Roni, Rio, Rere dan Ria. Mereka tinggal di rumah
kecil dekat ladang jagung pak lurah. Pagi pagi sekali Roni dan Rio sudah
meninggalkan kamarnya, mereka
berjalan kaki sampai ke tepi jalan untuk naik angkot menuju ke kota untuk
mencari pekerjaan yang layak. Berbekal selembar uang 50
ribuan dan 2 bungkus nasi tempe mereka nekat pergi ke kota. Ibunya sudah melarang
mereka untuk pergi, tetapi
mereka berdua ngotot untuk meninggalkan keluarga dan kampung yang sedikit kumuh
itu. Dengan
terpaksa ibunya mengijinkan mereka pergi walaupun hati terasa sakit ditinggal
kedua anaknya.
Kini di rumah itu hanya tinggal Imah
dan 2 anaknya yang masih kecil.
Imah
menjadi tulang punggung keluarganya. Sudah 5 tahun yang lalu suaminya meninggalkan
keluarga dan memilih mencari istri lain yang kaya raya. Semenjak itulah anak - anaknya
berubah menjadi bandel dan tidak nurut hanya Ria yang tidak berubah, dia anak yang pendiam, sering membantu orang
lain, dan
tidak iri hati. Tetapi
Imah tetap bersyukur dan selalu sabar menghadapi segala cobaan yang menimpa
hidupnya.
Malam harinya rere dan
teman-temannya berniat untuk mencuri jagung
di ladang pak lurah yang sudah masak, tetapi kepergok oleh salah satu pria yang
paling kece di kampung itu. Dengan tergesa - gesa mereka berlari menjauhi
ladang dan tak disengaja sandal rere
yang sebelah kiri tertinggal di ladang, tetapi Rene mengabaikan hal itu,yang
ada dipikirannya hanya keselamatanya dan teman-temanya.
“Syukurlah
pria itu tidak lagi mengejar kita.”kata Rene.
“Tapi
Re sandal sebelah kiri mu hilang,bisa
jadi bukti kalau kita mencuri jagung di ladang pak lurah.”sahut salah
satu temannya.
“Iya
ya.tapi ya sudahlah lupakan saja,yang penting kita dapatkan jagungnya,mari kita
bakar sekarang.”ujar Rere sambil
melangkahkan kakinya.
Keesokan harinya pria itu pergi ke
rumah pak lurah dengan membawa sandal yang ditemukannya di ladang,bermaksud
untuk melaporkan masalah semalam.Sebenarnya pak lurah ikhlas jika ada orang
yang mengambil jagung di ladang tanpa ijin, tetapi bu Sarah istri pak lurah
melarangnya,bagi siapa saja yang mengambil hasil ladangnya tanpa ijin akan
dimaki maki. Bu Sarah menyuruh anak buahnya untuk mencari orang yang memiliki
sandal itu. Akhirnya orang suruhan bu Sarah berhasil menemukan orang yang
mencuri jagung semalam. Bu Sarah menghampiri rumah Rene,dan yang ada hanya Imah.
“Hey
Imah keluar kamu!!!”kata bu Sarah sambil mengetuk pintu.
“Iya
iya sabar. Ada apa bu Sarah, tumben
datang kemari.”ujar Imah dengan sopan.
“Ajari
tu anak kamu Rene untuk tidak mencuri hasil ladangku lagi!!”sahut bu Sarah
dengan wajah yang kesal.
“Maafin
Rere bu,maaf.”
“Maaf
maaf, kamu pikir mudah memaafkan anak kamu.Udah lah lama-lama aku ketularan
miskin kalau disini terus.”kata bu Sarah sambil meninggalkan rumah Imah.
Sudah hampir 2 bulan Imah tidak
mendapat kabar dari kedua anaknya yang kini berada di kota. Kata orang-orang di kampung Roni dan Rio
berprofesi sebagai pencopet dan sering dikroyok massa. Hal itu tidak membuat Imah tidak percaya begitu saja.Imah
ingin membuktikan perkataan warga kampung,dia berniat untuk pergi ke kota
mencari anaknya. Keesokan harinya Imah bersiap-siap untuk ke kota,dia tidak
pamit dengan anak gadisnya,dia hanya meninggalkan selembar surat diatas meja
belajar Rere. Sesampainya di kota Imah bertemu dengan 2 orang preman
berpenampilan acak-acakan dan berkumis,mengenakan topi dan jaket kulit.Preman
itu berpura-pura membantu barang bawaan imah,dan imah pun percaya begitu
saja,tiba-tiba preman itu lari dengan membawa tas Imah yang berisi sedikit uang
dan cincin emas peninggalan ibunya.
Imah
pun berteriak “Tolong. .tolong. .tas saya dicopet.Tolong. .tolong.”
“Bagaimana
ciri-ciri pencopet itu bu?”tanya seorang polisi.
“Dia
berpenampilan acak-acakan,mengenakan topi,jaket kulit dan berkumis pak.”jawab Imah.
“Oh
tidak salah lagi pasti Roni dan Rio,preman yang sering buat olah di terminal ini.Sabar
ya bu saya dan kawan-kawan akan mencari orang itu.”sahut pak polisi.
“Apa.?Roni
dan Rio? Mereka anak saya pak.Saya datang ke kota untuk pencari anak
saya.Tolong pertemukan saya dengan kedua anak saya pak.”pinta Imah.
“iya
bu iya, ,tenangkan pikiran ibu dulu ya.Saya dan yang lainnya akan
mencarinya.”kata pak polisi dengan tegas.
“Makasi
pak makasi banyak atas bantuannya.”sahut imah.
“iya
bu sama-sama.Sekarang ibu duduk saja di warung kecil itu.Saya dan yang lainnya
mencari anak-anak ibu dulu.”
“Tidak
pak.Saya harus ikut mencarinya.Mereka anak saya pak.”kata imah sembari
meneteskan air matanya.
“Baiklah
kalau ibu maunya begitu.Mari ikut kami bu.”
Setelah polisi dan Imah mencari-cari
kedua preman itu,akhirnya mereka menemukannya,namun dari kejauhan ada polisi
yang mengarahkan pistolnya ke tubuh Roni, Imah segera lari dan menghalangi Roni,
dan akhirnya Imah lah yang terkena peluru polisi itu tepat di dadanya.Imah
terjatuh di hadapan kedua anaknya dan berkata, “Anakku Roni dan Rio tolong kau
pulang ke kampung,jaga adik-adikmu disana.Ibu sudah tak sanggup lagi nak.”kata
Imah. “Iya bu kami akan pulang,tapi ibu jangan tinggalkan kami.”sahut Roni. “Ibu sudah
tidak sanggup lagi nak.” “Ibu. .ibu. . jangan tinggalkan kami bu.Kami
minta maaf bu atas perbuatan kami selama ini bu.Maafin kami bu.”teriak rio
sambil memeteskan air mata.
Akhirnya Imah menghembuskan napas terakhirnya,
Roni dan Rio membawaibunya untuk dipulang ke kampung dengan diantar oleh polisi.Sesampainya di kampung,jinazah
imah di mandikan oleh warga dan setelah itu di makamkan.
“Mari
saudara Roni dan Rio ikut kami” kata pak
polisi
“ikut
kemana pak?”tanya Rio.
“Ke
kantor kami.”jawab salah satu polisi itu.
“Baiklah
pak.Kami siap dipenjara.”kata Roni.
“Kakak
mau ninggalin Ria dan kak Rere?”tanya ria sambil terisk-isak.
“Maaf
ya Ri. Terpaksa kami meninggalkan kalian.Kalian jaga rumah ya.Hati-hati!!”jawab
Roni sambil memeluk Rini.
“Kak
jangan tinggalin kami sendiri di rumah ini. Aku mohon.”sahut Rere.
“Maaf
dek. Kami
harus meninggalkan rumah ini.Kami janji suatu saat akan kembali lagi.”kata Rio
sambil melangkahkan kakinya.
Langganan:
Postingan (Atom)